Utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dijadwalkan mengunjungi Koridor Netzarim di Jalur Gaza pada Rabu (29/1) sebelum bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka meninjau perkembangan di lapangan serta membahas kelanjutan tahap kedua dari perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Menurut laporan penyiar publik Israel, KAN, pertemuan Witkoff dengan Netanyahu akan berfokus pada tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata serta pertukaran tahanan dengan Hamas. Dalam pertemuan tersebut, Witkoff juga dijadwalkan bertemu dengan Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, serta Menteri Urusan Strategis, Ron Dermer, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya.
Sejumlah laporan dari Israel dan sumber internasional menyebut bahwa Witkoff memainkan peran penting dalam meyakinkan Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari. Kesepakatan tersebut dirancang dalam dua tahap, dengan tahap pertama berlangsung selama enam pekan dan mengarah pada penghentian sementara serangan Israel di Gaza.
Berdasarkan perjanjian itu, negosiasi mengenai tahap kedua akan dimulai pada hari ke-16 sejak gencatan senjata diterapkan. Meskipun detail tahap kedua belum sepenuhnya terungkap, diharapkan akan mencakup pertukaran lebih lanjut antara tahanan Palestina yang berada di penjara Israel dengan sandera Israel yang masih berada di Gaza.
Dampak Gencatan Senjata: Pengungsi Palestina Mulai Kembali
Salah satu dampak langsung dari gencatan senjata yang disepakati adalah kembalinya ratusan ribu warga Palestina yang sebelumnya mengungsi akibat konflik berkepanjangan. Pada Senin (28/1), banyak warga yang kembali dari wilayah selatan dan tengah Gaza menuju gubernuran Gaza serta wilayah utara melalui Koridor Netzarim.
Pengungsi ini menggunakan dua jalur utama, yakni Jalan Al-Rashid di sepanjang pesisir yang diperuntukkan bagi pejalan kaki serta Jalan Salah al-Din yang diperuntukkan bagi kendaraan. Sebelum diperbolehkan kembali, mereka harus menjalani pemeriksaan keamanan yang dilakukan oleh pihak Israel.
Namun, meskipun ada gencatan senjata, kondisi di Gaza masih jauh dari kata normal. Konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan menyebabkan kehancuran infrastruktur secara luas, termasuk rumah-rumah penduduk, fasilitas kesehatan, dan pusat layanan publik. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai organisasi kemanusiaan telah memperingatkan bahwa Gaza kini menghadapi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk, dengan pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang sangat terbatas.
Korban Konflik dan Kehancuran di Gaza
Sejak perang dimulai, lebih dari 47.000 warga Palestina tewas, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 11.000 orang dilaporkan hilang, banyak di antaranya diduga tertimbun di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan udara dan artileri Israel.
Serangan tersebut tidak hanya menyebabkan korban jiwa yang besar tetapi juga menghancurkan banyak infrastruktur penting. Rumah sakit dan sekolah yang selama ini berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi warga sipil turut terkena dampak, memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah genting.
Upaya Mediasi dan Tantangan Perdamaian
Meski gencatan senjata memberikan sedikit jeda dari pertempuran sengit, situasi di Gaza masih jauh dari stabil. Negosiasi tahap kedua menjadi krusial dalam menentukan apakah perdamaian jangka panjang bisa dicapai atau apakah konflik akan kembali berkobar.
Amerika Serikat, melalui utusannya Steve Witkoff, terus berupaya menekan Israel dan Hamas agar tetap berkomitmen terhadap perundingan damai. Namun, dengan ketegangan yang masih tinggi dan berbagai kepentingan politik yang bertentangan, masa depan Gaza tetap menjadi tanda tanya besar.
Sejauh ini, Israel masih menghadapi tekanan internasional terkait operasi militernya di Gaza, sementara Hamas tetap mempertahankan posisinya dalam negosiasi. Dengan pertemuan Witkoff dan Netanyahu yang akan datang, banyak pihak menunggu apakah ada titik terang bagi penghentian konflik yang lebih berkelanjutan di wilayah yang telah lama menjadi pusat ketegangan di Timur Tengah ini.