Harga minyak dunia mengalami penurunan tajam hingga 17 persen, dipicu oleh ketegangan konflik di Timur Tengah dan sejumlah faktor ekonomi lainnya. Pada penutupan pasar Selasa (1/10/2024), kontrak berjangka minyak mentah jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI) mencatatkan penurunan signifikan.
Menurut data Reuters, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman November turun drastis menjadi 71,77 dolar AS per barel, setelah sebelumnya mengalami penurunan 9 persen sepanjang September, dan 17 persen selama kuartal ketiga 2024.
Sementara itu, minyak mentah WTI juga merosot menjadi 68,17 dolar AS per barel, dengan penurunan bulanan sebesar 7 persen di bulan September, yang merupakan penurunan terbesar sejak Oktober 2023. Di kuartal ketiga, WTI juga mencatat penurunan 16 persen, menjadi penurunan terbesar sejak kuartal ketiga 2023.
Penurunan harga ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak hingga akhir tahun. Selain itu, kekhawatiran pasar terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global, khususnya di China, juga turut menekan harga minyak. Kondisi ini memperburuk situasi pasar, mengingat pemotongan produksi oleh OPEC+ sudah mengurangi pasokan minyak global.
Situasi semakin rumit dengan meningkatnya konflik di Timur Tengah, yang melibatkan negara-negara produsen utama minyak. Sejak pekan lalu, Israel telah meningkatkan serangannya di Lebanon, menargetkan pemimpin Hizbullah dan Hamas. Serangan ini telah menyebabkan ribuan orang mengungsi, sementara Israel terus menggunakan kekuatan udara dan artileri untuk mempercepat invasi darat.
Ketegangan ini memicu kekhawatiran investor bahwa perang regional dapat memperburuk gangguan pasokan minyak di kawasan tersebut. Tim Snyder, ekonom dari Matador Economics, mengungkapkan bahwa pasar sedang mencermati apakah konflik ini akan menyebar lebih luas dan mempengaruhi pasokan minyak mentah di Timur Tengah.
“Jika perang ini meluas dan berdampak langsung pada negara-negara penghasil minyak utama, pasokan global bisa terganggu, dan hal ini bisa memicu krisis energi global yang lebih besar,” ujarnya.
Jika konflik terus meningkat, ketidakpastian akan meluas dan berpotensi mengganggu pasokan minyak global, yang bisa memperburuk kondisi pasar energi internasional.
Krisis energi yang mengancam ini juga tak hanya persoalan ketersediaan minyak mentah, tetapi juga tentang ketidakstabilan harga yang dapat mempengaruhi seluruh sektor ekonomi global. Negara-negara yang bergantung pada impor minyak akan menghadapi lonjakan biaya energi, yang pada akhirnya dapat berdampak pada harga barang-barang lain dan memperburuk inflasi global.
Selain itu, penurunan harga yang tajam juga mencerminkan ketidakpastian di pasar, di mana investor mulai menarik diri dari aset-aset energi akibat kekhawatiran bahwa ketegangan geopolitik ini akan semakin memburuk.
Jika konflik di Timur Tengah terus bereskalasi, risiko krisis energi global semakin nyata, dengan potensi dampak jangka panjang terhadap perekonomian dunia.